Senin, 28 Juni 2010

BERBUAT BAIK MEMPERPANJANG UMUR

Penelitian: Berbuat Baik Memperpanjang Umur
Wednesday, 27 May 2009 07:21

Penelitian menunjukkan perbuatan baik memperpanjang umur. Al-Quran sejak lama menganjurkannya
Hidayatullah.com—“Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan,” demikian salah satu potongan Surat Al Qashas: 77.
Banyak potongan surat dalam Al-Quran maupun Hadits yang menganjurkan beramal, berbuat baik, serta larangan melakukan keburukan. Nah, anjuran Al-Quran ini telah terbukti secara ilmiah, belum lama ini temuan peneliti membuktikannya.
Menurut laporan majalah Science dari Amerika tanggal 25 Juli lalu disebutkan bahwa kegiatan sosial (tolong menolong) membawa manfaat bagi kesehatan tubuh. Psikolog dari The University of Michigan telah menemukan rahasia besar di dalamnya: "Inilah anugerah." Hasil penelitian ini dipublikasikan pada majalah akademisi Psychologi of Science pada bulan Juli.
Dalam riset yang berlangsung selama 5 tahun itu, para ilmuwan meneliti 423 pasangan suami-istri berusia lanjut. Dimulai dari awal, kepada setiap pasangan peserta diadakan 2 macam penelitian. Hal pertama ialah yang berhubungan dengan bantuan "bidang materi", misalnya tumpangan kendaraan oleh teman dan famili, titipan barang bawaan atau membantu menjaga anak kecil. Sedangkan hal berikutnya ialah dukungan semangat antarpasangan itu sendiri.
Dalam proses penelitian yang berlangsung selama beberapa tahun ini, ada 134 objek penelitian yang meninggal dunia. Para peneliti menemukan, efek dari bantuan yang diperoleh dari orang lain hanya menimbulkan perubahan yang sangat kecil terhadap rasio kematian pribadi. Tetapi yang membuat orang terkejut ialah, ternyata memberikan bantuan kepada orang lain sungguh bermanfaat bagi diri sendiri.
Di luar faktor umur, jenis kelamin, kondisi tubuh, kondisi jiwa serta tingkatan sosial-ekonomi, peneliti menemukan, memberi bantuan "bidang materi" pada orang lain akan menurunkan rasio penyebab kematian 42%, sedangkan memberi dukungan moril kepada orang lain pun dapat menekan tingkat kematian menjadi 30%.
Terhadap hasil penelitian ini, Toni Antonucci seorang psikolog dari Universitas Michigan berkomentar bahwa kita jelas telah mengabaikan pentingnya faktor berbuat kebaikan itu. Salah seorang peneliti yang bernama Stephanie L. Brown menyatakan, tampaknya jika kita ingin bertambah umur panjang, tiada salahnya kita coba membantu dan memberi perhatian pada orang lain.
Derma Bikin Bahagia
Sebelum ini, media serupa juga pernah mengungkap penelitian berkaitan hubungan antara uang dan kebahagiaan.Dalam kasus itu, para peneliti di Amerika menanyai ratusan orang Amerika tentang prilaku belanjanya dan tingkat kebahagiaannya. Mereka menemukan bahwa tingkat belanja pribadi tidak ada hubungannya dengan tingkat kebahagaian seseorang, sedangkan belanja untuk orang lain (misalnya memberikan sumbangan, memberikan hadiah untuk keluarga dan orang lain) justru berhubungan positif dengan tingkat kebahagiaan seseorang.
Penelitian menguji sekelompok pekerja yang baru saja menerima bonus antara 3000 dolar sampai dengan 8000 dolar. Mereka ditanya tentang seberapa banyak dari uang tersebut yang dibelanjakan untuk diri sendiri dan untuk orang lain.
Mereka yang memberikan sebagian dari bonus yang didapatnya kepada orang lain melaporkan memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi. Penelitian ini juga menemukan bahwa mereka yang memberikan lebih dari 1/3 dari bonus yang didapatkan kepada orang lain menempati tingkat skor kebahagiaan yang tertinggi. [erb/hid/cha/www.hidayatullah.com]






Selalu Berbuat Baik Kepada Sesama : Akankah Masuk Surga?
Ditulis oleh agorsiloku di/pada Juli 27, 2007
Saya kenal dia, orangnya baik hati dan tidak sombong.
Rajin menolong dan tidak pamrih.
Tapi dia kafir kepada Allah, tidak mau menyembah Allah. Menganggap bahwa agama adalah sisa-sisa kebodohan dari sejarah kemanusiaan. Di jaman yang sudah serba hitek ini, agama lebih cocok berada pada catatan sejarah belaka. Apapun namanya, deist, atheis, atau apa saja. Bahkan sikap dan tatacara hidupnya lebih santun dari orang beragama. Singkatnya, tuhan telah mati. Fenomena ini kerap dibahas mendalam dalam filsafat.
“Lalu dimana posisinya. Apakah Allah akan memperhitungkan tindakan yang santun selama hidupnya?”
“Wah mana kutahu !. Allah itu Maha Pengampun dan Maha Kuasa!”.
Apalagi kemudian dipahami bahwa betapa pentingnya hubungan antar manusia itu di mata Allah. Bahkan, tetangga yang kelaparan sedang kita rajin sembahyang dan makan enak, akan mendapatkan murkaNya.
Jadi bagaimana dong dengan sikap seperti ini?.
Yah… mau bagaimana lagi. Kita percaya saja kemurahan Allah. Allah tentu memiliki perhitungan yang teliti. Bukan hanya hadiah Nobel Perdamaian, tetapi janji yang pasti.
QS 14. Ibrahim 18. Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.
Lalu dimana kita akan menempatkan diri kita ketika tiba waktunya?. Baik menurut fungsi sosial dan kebudayaan manusia tampaknya berbeda dengan baik menurut Sang Pencipta. Di dasar hati, pada pilihan-pilihan itulah kita berada.
Wallahu’alam.
Entri ini dituliskan pada Juli 27, 2007 pada 10:57 pm dan disimpan dalam Fenomena, Islam, Profetis, Religion, Spirit/Etos/Sosial. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.
30 Tanggapan ke “Selalu Berbuat Baik Kepada Sesama : Akankah Masuk Surga?”
danalingga berkata
Juli 27, 2007 pada 11:28 pm
Wah kalo masalah seperti ini saya sih berpatokan bahwa apa yang kau tabur itu yang kau tuai.
@

Apa yang ditabur dari kebaikan tanpa iman kepada Sang Pencipta?,
Apa yang ditabur dari keyakinan bahwa saya baik dan tidak perlu tuhan atau tidak perduli?
Apa yang ditabur dari kebaikan dan keangkuhan diri atas kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki?.
Apa yang ditabur dari pelajaran untuk orang berakal?
Apa yang ditabur dari keangkuhan bahwa firman sudah menjadi milik kita, dan kita menentukan apa yang tuhan mau?. (tuhan dalam pikiran kita).
Apa yang ditabur dari kebaikan dan berpasrah diri?.
Yang ditabur… itu juga yang dituai (baca : yang diperhitungkan !)
Semoga Allah ampuni dosa kami, ya Rabb yang angkuh, ingin dikenal dan merasa bisa…. Sesungguhnya tiada daya selain karena kehendakMu.
Balas
watonist berkata
Juli 28, 2007 pada 7:41 am
jawaban standar …
Selalu Berbuat Baik Kepada Sesama : Akankah Masuk Surga?
emm … ndak pasti juga sih ya, Sang Tuhan perhitungannya lebih teliti dari sekedar “apa yang nampak oleh kita sehari-hari”, tetapi saya rasa kesempatannya pasti lebih besar daripada yang kesehariannya aja udah tampak “ancur”.
jawaban nggak standar …
ya … silakan dirasakan sendiri, barangsiapa yang belum pernah ngerasain surga di dunia … jangan ngarepin surga akhirat.
@
Komentar yang cantik dan mengena.
“lebih teliti dari sekedar apa yang nampak oleh kita sehari-hari”
Terimakasih…. juga kesudian untuk memberikan catatan.
Jawaban yang nggak standar… itu belum sy pahami.
Balas
sikabayan berkata
Juli 28, 2007 pada 9:23 am
euh… darimanakah manusia teh tahu baik dan buruk… kalau bukan dari salah satu rasul… siapakah lagikah yang mengutus rasul kalau bukan hanya Allah sajah…
siapah sajah berbuat habis2an di dunia hanya mendapatkan dunia sajah… tapinyah kalau pilih akhirat mah dapat keduanyah…
kabayan andai2kan teh pasti sajah Allah sudah membalas kebaikan orang tersebut didunia teh dengan kenyamanan ramahnyah orang2 yang dia bantu… beri satu dapat satu… antar manusia tanpa Allah…
beri satu karna Allah dapat berlimpah ruah dari yang Maha Pemurah…
ditabur bukan karena Allah dapat hasil taburan…
ditabur karna Allah… Subhanallah… mungkin butiran pasir gunung kalah banyaknyah… sebab satu butir pasir entah berapa banyak jarah… blug…
@


Makhfud berkata
Juli 28, 2007 pada 10:47 am
Saya ingin komen dalam beberapa point:
1. Kafir/atheis/tidak mengakui Tuhan/tidak percaya Tuhan, sudah jelas itu adalah kezaliman/kejahatan paling besar. Terang saja,Tuhan sudah menciptakannya, memberi dia rizqi, memberi kehidupan, lantas dia tidak mau mengakui itu semua. Dia pikir dia hidup dengan sendirinya karena bapaknya kawin dengan ibunya. Dia makan karena dia bekerja keras.
Coba kalau mas Agor ngasih makan, baju dan segala perlengkapan sama anak mas Agor. Trus anak mas Agor bilang, bukan bapak saya yang ngasih ini semua. Ini karena usaha saya. Coba apa perasaan mas agor sama anak kayak gitu (na’udzubillah min dzalik).
2. Tuhan akan balas kebaikan orang itu di dunia, sehingga ketika di akhirat dia tidak lagi punya hujah. Ketika di akhirat nanti dia protes sama Tuhan, “TUhan, aku kan dulu buat baik dengan manusia, aku minta dong jatah balasannya di surga”. “Loh bukannya semua kebaikannmu dah aku balas di dunia”. Mau jawab apa?
Spt kisah firaun yang ngaku2 Tuhan. Allah swt masih utus Rasul untuk mengingatkan firaun sebab ada kebaikan yang firaun istiqamah lakukan. Yaitu: bila makan, dia tidak pernah menyisakan makanannya. Trus kalo ada yang meinta bantuan, firaun selalu bagi bantuan. Kebaikan itu Allah balas di dunia dengan segala kekayaan dan kekuasaan firaun. Sehingga di akhirat kelak dia tidak lagi bisa menuntut apa-apa dari Tuhan.
@
Trim’s komentarnya Mas Makhfud.
Kalau boleh, saya ingin memberikan catatan tambahan terhadap anak Mas Agor :
“Coba kalau mas Agor ngasih makan, baju dan segala perlengkapan sama anak mas Agor. Trus anak mas Agor bilang, bukan bapak saya yang ngasih ini semua. Ini karena usaha saya. Coba apa perasaan mas agor sama anak kayak gitu (na’udzubillah min dzalik)”…
Saya memang ajarkan ke anak saya, emang bukan Bapakmu yang ngasih… Allah yang ngasih…..
Balas
1.
MaIDeN berkata
Juli 28, 2007 pada 2:58 pm
Dalam perspektif agama islam, walo dia orang baeknya dah kayak malaekat waktu hidup didunia ini, tetep saja dia masuk neraka kalau dia belum beragama islam. Dengan catatan dia orang sudah pernah diserukan untuk memeluk agama islam atau dia orang pernah tau tentang islam.
Wah gimana sih logikanya si Tuhan-nya wong islam itu ? Egois sekali dia ya ?
hehehe …
Memang yang “tersurat” di Al-qur’an sudah begitu koq, seperti yang sudah dikutip di post ini: QS 14. Ibrahim 18
Wajib dipercayai kalau anda mengaku islam.
Bagaimana, Pak Agor setuju ? anda-anda setuju ?
@
Dalam keseluruhan muslim berarti berpasrah diri, muslimim orang-orang yang berpasrah diri kepada Yang Maha Kuasa. Ini telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim sebelum agama Islam. Jalan selamat bagi mereka yang memilih kepasrahan dirinya selaku seorang hamba pada penciptaNya, kepada yang Maha Esa. Tentu saja sebelum agama Islam adalah Islam juga.
Setelah kedatangan Nabi Muhammad, maka Allah menegasi jalan keselamatan ini. Mengapa sebagian besar manusia menolak :
QS 76. Al Insaan 27. Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat).
Perhitungan Allah sangat teliti dan mengabarkannya pada setiap bagian kehidupan. Tak akan ada manusia yang tidak tahu tentang jalan ini.
Bagaimana, Pak Agor setuju ? anda-anda setuju ?
Semoga Allah tetap mengaruniai kita berada di jalanNya pada setiap alunan nafas, sampai berhentinya.
Bagaimana mungkin tidak mempercayai !?.
Balas
2.
Liexs berkata
Juli 29, 2007 pada 2:34 am
4:36
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,
Al-An’aam:88
Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.
“Kalau hanya baik dengan manusia saja, tetapi bagaimana dengan “kewajiban” kita terhadap Allah….?”
Sudah jelas akan Sia-sia saja khan…..?
@
Perintahnya di 4:6 begitu jelas, sembahlah dan jangan kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun.
Kewajiban berikutnya yang tidak kalah pentingya selalu merujuk pada kehidupan sosial antar manusia. Sungguh merugi melakukan yang kedua, menghilangkan bagian pertama. Bagian pertama tak bisa diminimalkan karena kewajiban ini sama sekali tidak mengartikan bahwa kewajiban kepada Allah itu semata-mata ibadah vertikal saja. Ibadah horizontal (beramal shaleh) dinisbahkan karena sebab pertama.
Balas
3.
mathematicse berkata
Juli 29, 2007 pada 8:58 am
Biasanya orang kafir yang baiknya selangit (sampai-sampai ada yang mengatakan baiknya kayak malaikat saja) dalam hatinya terkandung rasa ria, rasa ingin dipuji oleh manusia (walaupun kalau ditanyakan ia akan mengatakan ikhlas tanpa pamrih, di hatinya siapa tahu? Betul?).
Karena itulah Allah Maha Tahu dan Maha Benar Firmannya (hanya kita saja manusia yang seringkali tertipu oleh kemilau dunia: melihat kebaikan seseorang dari segi lahiriah semata).
@
Saya jadi ingat kembali, dalam satu tausyiah subuh (karena ini yang paling sering diikuti), sebuah hadis berkisah tentang seorang pembela Islam dalam perang (lupa perang apa). Lalu Nabi mengatakan orang itu : “Calon neraka !”, padahal dia adalah salah satu orang yang paling rajin membela panji Islam dan berperang mengiringi Nabi.
Dikisahkan kemudian, orang itu berperang dan sahabat-sahabat nabi yang merasa “aneh” dengan pernyataan nabi itu mengikutinya. Di akhir peperangan, dia terluka. Sang banteng pembela panji Islam itu, entah karena apa, kemudian menebaskan pedangnya ke lehernya sendiri. Mati.
Sahabat Nabi kemudian memahami, betapa keinginan untuk syahid dan terpuji bisa menjerumuskan….
Balas
4.
Quantum berkata
Juli 29, 2007 pada 11:47 am
Berbuat baik dan sekalipun beriman saja tidak menghantarkan kita ke surga, Karena meskipun kita beribadah 1000 tahun pun, tidak cukup membalas nikmat karunia Allah untuk sebelah mata saja. Inilah logika extrim nya. jadi jangan pernah berpikir berbuat baik meski kafir diperhitungkan. yang beriman saja.. hanya karena rahmat Allah kita diberi hidayahNya, dan nantinya dibalas dengan surga apabila iklhas. Rasululluah sendiri pernah menyampaikan hal demikian, saya kurang faham haditsnya, bahwa hanya karena rahmat Allah kita nantinya bisa masuk surga, bukan karena amal ibadah kita.
@
Subhanallah, hanya karena rahmat dan “belas kasihNya” serta pengampunanNya, maka kita berharap-harap cemas di hari yang berat itu diijinkan untuk memasuki ruang rahmatNya.
Balas
5.
Neo Forty-Nine berkata
Juli 29, 2007 pada 10:45 pm
bagi saya setidaknya orang orang yang tuhannya beda dengan saya maupun ga percaya tuhan namun baik, ramah, sopan dan peduli sosial adalah lebih baik daripada ahli agama kejam dan orang alim yang ga perduli dengan lingkungah sosial.

untuk akhirat? buat saya pribadi (setidaknya saat ini) itu adalah urusan masing masing… maafkan pendapat saya kalau dirasa berlebihan Mas
@
Tidak berlebihan. Saya memiliki banyak teman berbeda agama. Mereka santun dan menghargai pendapat orang lain. Menghargai pilihan masing-maing dalam meniti kehidupan. Sikapnya juga elegan. Kami berhubungan baik dan tidak pernah membahas masalah agama. Dan memang saya menghindari pembicaraan ini. Kalau bertanya, sy jawab. Kalau dia berpendapat, juga tidak pernah ditanggapi (didiskusikan).
Di dasar hati, kami tak tahu.
Ayat di bawah ini menegasi suatu reposisi dalam kaitannya dengan “agama yang disebut berbeda”
QS Al Maa’idah
82. Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.
83. Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.).
84. Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh ?.”
85. Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya).
86. Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka.
Dalam kehidupan, dalam sebuah pilihan, yang disebutkan pada ayat itu mengingatkan kita pada ayat ini :
QS 2. Al Baqarah 62. Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin[56], siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Setidaknya, ayat ini mengingatkan kita untuk tidak “menghakimi” – - memberi penilaian dari apa yang tampak pada lahir saja –
Balas
6.
quantum berkata
Juli 30, 2007 pada 8:57 am
Tidak ada yang bisa menjamin siapapun diantara kita masuk surga, Bahkan amal amal kecil pun kadang dipandangan Allah nilainya sangat berarti. Dalam riwayat Imam Ghazali, pernah dikisahkan ternyata karena menolong seekor lalat yang tercebur di gelas membuat seseorang dimasukkan surga (saya lagi lagi kurang faham ). Justru bahaya kalau kita sudah merasa aman masuk surga.. hee hee akan sangat gawat .. lebih baik underestimate, dengan tetep senantiasa berharap Rahmat Allah setiap waktu. Kalau sudah merasa aman, maka gajah dipelupuk mata tidak nampak(dosa setinggi gunung pun gak nampak), padahal dosa terbesar adalah Dosa Syirik (menyembah selain Allah).
Implikasi syirik ini digambarkan oleh Rasulullah, kadang sangat halus, riya (tidak ikhlas dalam beribadah, bukan karena Allah) jg syirik kecil, bagaikan semut hitam diatas batu hitam di hutan yang gelap dimalam gelap gulita. Untuk Ahli Agama yang tindak tanduknya bertentangan dengan agama itu sendiri, hukummannya jauh lebih berat dpd orang awam. Dan kita juga harus meyakini Allah Maha Adil, arti Maha ini sama dengan Maha Kuasa ( ukuran Maha, sebanding dengan kecilnya manusia dibanding jagad raya, yg jagad raya sendiri sangat kecil dihadapan Allah ). Jadi Maha Adilnya disini sudah absolut, tidak bisa dipertanyakan lagi. Sama seperti, kenapa kadang ada bayi lahir sudah cacat, kena tumor ganas dll. Di sini kadang keMahaAdilan Allah dipertanyakan manusia, padahal manusia itu sendiri yg belom faham akan Keadilan Allah tsb. Sistem Keadilan Allah sangat konsisten,tidak akan bertentangan satu ayat dengan ayat yang lain. Di dunia ini kita bisa saja menghindar(berdebat) , tp dihadapan Allah pasti gak bisa didebat lagi, karena akan dihitung sedetil2nya,tidak ada yang dizalimi. Allah tidak pernah menzalimi, justru kita (manusia) sendiri yang menganiaya (zalim) terhadap dirinya sendiri.
@
Puji syukur, komentar yang menyejukkan… alhamdulillah… membaca komentar Mas, seperti mendapatkan tambahan pupuk dalam kehidupan ini……
Balas
7.
tzoe berkata
Juli 30, 2007 pada 12:11 pm
berarti, lafadz “Asyhaduallaa Ilaaha Illallah, Wa Asyhaduanna Muhammad rasulullah” mutlak jadi satu2nya jalan/cara bwt manusia untuk berusaha mencapai syurga-Nya, gtu kan Om Agor?!.. .

“gak peduli” seorang hamba sampe berlumuran darah berjuang sampe titik darah penghabisan demi menegakan Hablumminannas terhadap sesama manusia, klo niatnya bukan karena Allah semata dan tidak didasari atas syariat Islam semuanya pasti akan sia-sia belaka bin gak bakalan manfaat di akhirat kelak.

merujuk pada kata yg saya tulis, “gak peduli”.. .Apa Asma Allah, “Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” gak berlaku lagi untuk golongan orang seperti yg disebutkan diatas?!?..

numpang ngeluarin unek2 nih, boleh yah?, sekaligus tzoe mau belajar dari Om Agor.. .Wassalam!
@
berarti, lafadz “Asyhaduallaa Ilaaha Illallah, Wa Asyhaduanna Muhammad rasulullah” mutlak jadi satu2nya jalan/cara bwt manusia untuk berusaha mencapai syurga-Nya, gtu kan Om Agor?!.. .
–> terus terang, saya tidak berani menjawab Ya. Apalagi ada kata “mutlak”. Karena ada sepertinya ada petunjuk pada reposisi juga (seperti pandangan saya ke Forty Nine) dari komen sebelumnya. Selebihnya … Wallahu’alam… Semoga ummat Islam bukan menjadi ummat yang merasa angkuh dengan posisinya, dan tetap mampu menjadi ummat yang bertakwa ya…..
Balas
8.
sikabayan berkata
Juli 30, 2007 pada 4:28 pm
euh… membaca dunia dengan nama dunia teh hanya dapet dunia… membaca dunia dengan nama tuhan mu hanya dapet tuhanmu… membaca dunia dengan nama yang Menciptakan manusia yah dapet Kholik nyah…
96:1-2
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3:55
(Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya”.
3:83
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.
5:48
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
duh… siapah pun manusia teh… nantinyah tetap sajah akan menghadap untuk mempertanggungkan segala keyakinannyah…
@
Ya.. Kang…. memberikan gambaran apa ayat di atas? Apakah kesimpulan kita tentang jalan selamat itu?…
Balas
9.
sikabayan berkata
Juli 30, 2007 pada 4:39 pm
euh… kabayan jadi sedih.. mendengar kisah tragis sang banteng pembela panji islam teh… kang agor… kenapah dia teh mau desersi di tugas selanjutnyah… sehingga tega mau mengelabuhi Allah dengan bunuh diri di ujung peperangan… mungkin dia khilaf yah… ingin buru2 syahid… sehingga lupa Allah Maha Tahu.. Maha Melihat… hikz
@
Itu juga Kang… betapa kadang keinginan untuk menjadi terpuji, menjadi nomor satu, dihargai, menjadi hiasan perilaku kita yang ingin tampak anggun dan elegan. Demi status itu, kita bisa terjebak untuk ingin dihargai secara berlebihan. Ketika kita mengerti sebaris ayat, kita seolah mewakili yang Maha Kuasa untuk menghukum. Pokoke benarlah kita, dan sesatlah yang lain.
Semoga kita tidak menjadi “hakim” karena keangkuhan dibalik harga diri dan keyakinan….
Balas
10.
Makhfud berkata
Juli 30, 2007 pada 4:52 pm
Orang yang sangat jahat/se-dzalim-dzalim manusia (baca: TIDAK MENGAKUI ALLAH SEBAGAI TUHANNYA), kalau buat baik pada manusia pasti ada maunya, ada kepentingan, alias nggak tulus.
Coba deh perhatikan, kalo dah nggak ada maunya baiknya hilang
http://whasid.wordpress.com/2007/07/11/arti-mengenal-tuhan/
@
Walah agak bingung juga… kalau disebut Tidak mengakui Allah sebagai jahat. Namun, bisa dipahami sebagai dzalim (dipahami artinya sebagai menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya). Allah menyampaikan sebagai orang yang sia-sia amalnya dan berada pada kesesatan yang jauh.
Perbuatan baik, hendaknya dinisbahkan kepada Allah. Mungkin ini adalah juga pemahaman bahwa, memang tujuan kehidupan itu untuk beribadah dan mengenal siapa yang menciptakanNya. Kesombongan, membuat hati terlapisi dan membeku. Walah… agor juga jadi takut dgn catatan sendiri nih
Balas
11.
sikabayan berkata
Juli 30, 2007 pada 11:41 pm
euh.. ayatnyah yah kang… kalau ngga salahmah.. menggambarkan.. boleh2 sajah siapapun juga melakukan apapun tanpa mengindahkan Pembuatnyah ataupun yang memberikanNyah… tetapi akhirnyah nanti pasti akan kembali kepada pembuat yang sebenarnya tersebut… untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatannyah…
kabayan pikir teh kalau pada saat ituh akan ditanyakan perbuatan baik dilakukan karena apah?… kalau karena Penciptanyah yang menciptakan dia dari segumpal darah atau karena Tuhannyah tempat dia kembali… maka ia akan kembali kepada Allah…
tetapi jika perbuatan baiknya tersebut bukan karena Penciptanyah.. tetapi karena dunia ataupun orang lain.. tentunya ia akan disuruh ikut dunia yang sudah digulung..
semua manusia teh tengtunyah akan kembali kepada Penciptanyah… hanya sajah akan ikut disisinyah atau ikut dunia tergantung pada alasan segala perbuatannyah…
walaupun Allah Maha Pengampun serta Maha Pemurah… namun Allah juga Maha Adil… keMaha Adilan inilah yang menghalangi disamakannya yang berbuat baik karena Allah dan bukan…
@
Maha Pemurah, rahmatnya meliputi seluruh alam semesta ini, baik jahat maupun baik, shaleh ataupun ingkar, mendapatkan kesempatan yang diberikan dari tempat yang telah disediakan.
Maha Pengampun, tentu saja… kalau minta ampun. Kalau tidak minta ampun, piye toh Kang. Kalau nggak percaya, mana mau minta ampun, bersujud!?.
Satu hal yang menurut agor juga cukup penting… kita sering di sekolah atau dimana saja diajarkan tentang rukun iman yang sekian itu , tapi jarang juga ya dibahas bahwa salah satu ciri orang beriman itu memohon ampun. Nabi, kata ustadku, tiap hari memohon ampun sampai 70 kali… lha kita ?. Mohon ampun, juga minta maaf atas kesalahan kita entah karena apa, sering menjadi ritual biasa… padahal dari situ ada obat manjur atas keinginan untuk sombong. Apalagi jika kita merasa di atas (entah karena lebih pinter, lebih berkuasa, lebih…)… sehingga investasi mohon maaf, minta ampun menjadi barang langka di hati kita….
Balas
12.
Arif berkata
Juli 31, 2007 pada 8:40 pm
Orang yang baik masuk surga?
Eiit, tunggu dulu ‘baik’itu apa sih? apa baik menurut kita orang lain pun akan bilang baik? saya kira ngga begitu….seperti kita mafhumi, sesuatu tentang baik, jelek, bener, salah merupakan arena filsafat yang berakhir menjadi pecahan2 ideologi di dunia ini. kita anggap sesuatu itu baik karena kita dipengaruhi ideologi tertentu.
Nah…Islam pun memberi batasan, bahwa seseorang itu baik dan layak masuk surga ada tuntunannya
yang saya tau ‘baik’ menurut islam itu disebut akhlaq karimah : akhlaq karimah itu 1. kepada Rabbnya 2. kepada Makhluq-Nya,
kadang ada yang nanya: sebenarnya lebih muslim mana anda dengan bunda Theressa? lebih sholeh mana anda dengan lady day? dsb,
kia ga perlu ragu bilang : kita yang muslim pasti masuk surga, dan kita yakin pula yang bukan muslim ga akan masuk surga.itu sudah mutlaq
Alasannya jelas : kita sudah ikrar syahadat dan saudara tahu sekali kunci untuk buka pintu surga itu adalah ikrar itu…
sebaik apapun orang kafir terhadap mahluk lainnya, ga bakalan ngaruh karena mereka belum sempurna baik kepada ‘Allah SWT”. mereka ga syahdat, kemudian ga sholat lima waktu, dan seterusnya (rukun islam). padahal disaat mereka ga syahadat, ga sholat dll…mereka kata Allah SWT sedang ‘Menyombongkan Diri” dihadapan-Nya!
Intinya: yang masuk Surga itu adalah mereka yang telah memegang kuncinya, dan Kunci tersebut tiada lain adalah : Syahadatain.
@
Yap Mas, kurang lebih begitu ya… Masak sudah dirahmati sebagai pemeluk agama rahmat untuk segenap alam ini tidak berahlak baik untuk dua hal yang Mas sebutkan ya
Kemudian, hati kecil saya kadang bertanya, apakah juga karena itu kita menjadi “bersombong diri” — membanding dengan Bunda Theressa (misalnya) yang harus diakui kesalehan pribadi dan kesalehan sosialnya pada sesama sulit dicari bandingannya (tapi saya belum pernah baca biografinya lho). Kita juga kan tak tahu, apakah beliau beriman atau tidak. Jadi sulit juga kita menduga ya.
Namun demikian, kembali ke hati kecil saya, tadi : apakah karenanya kita yang bersyahadat dan karenanya merasa “paling baik”.
Ayat berikut (juga catatan komentar saya untuk rajawali muda (forty nine) adalah :
(saya garis bawahi yang ingin difokuskan ya)
QS Al Maa’idah
82. Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.
83. Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.).
84. Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh ?.”
85. Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya).
86. Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka.

Namun, bisa jadi pula mereka enggan (takut) berikrar nyata, hanya sebagian kecil saja… karena berbagai faktor !?.
Balas
13.
Cahaya Islam berkata
Agustus 1, 2007 pada 11:48 am
Assamualaikum,
Tentunya orang kafir (yang mereka itu memerangi Islam) akan mendapatkan siksa Tuhan. Akan tetapi orang kafir yang berbuat baik, dalam katagori mereka mereka beramal sesuai dengan agamanya dan tidak sampai kepada mereka keterangan yang benar tentang Islam, mereka diberi pahala di sisi Tuhan.
Disini letak keadilan Allah Swt.Dia akan memasukkan ke neraka orang yang berbuat maksiat. Dan Sorga bagi yang berbuat baik.
Wassalam.
@
Wass.wr.wb.
Kafir memang terpisahkan dua katagori penting : memerangi Islam dan tidak memerangi. Katagori ini menjadi penting dalam penyikapan.
dalam katagori mereka mereka beramal sesuai dengan agamanya dan tidak sampai kepada mereka keterangan yang benar tentang Islam –> Apakah kiranya perlu dipisahkan pemahaman antara Islam dan Agama Islam ?. Pada perkara apakah ummat manusia diciptakan Allah dan tidak mengenal Islam ataukah Agama Islam.
QS 89. Al Fajr 14. sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.
Saya bisa bersetuju untuk kalimat … tidak sampai kepada mereka keterangan yang benar tentang Agama Islam, tapi kurang bersetuju untuk kalimat : tidak sampai kepada mereka keterangan yang benar tentang Islam.
Mengapa?
Karena yakin bahwa jalan keselamatan adalah pilihan yang diberikan Allah dimana dan bagaimanapun keadaan manusia.
Balas
14.
Bowo berkata
Agustus 1, 2007 pada 6:46 pm
kalau kata teman saya, manusia dibagi 4 :
1. Lurus Tauhidnya dan sempurna akhlaknya
2. Lurus Tauhidnya tapi cacat akhlaknya
3. Rusak Tauhidnya tapi sempurna akhlaknya
4. Rusak Tauhidnya dan cacat akhlaknya
Kalau masalah masuk surga atau tidak, itu hak prerogatif ALLOH.
Wallohu ‘alam
@
Hanya bisa memberikan catatan : Nggih… nggih…
Balas
15.
watonist berkata
Agustus 3, 2007 pada 7:40 pm
ralat … salah quote nya
Komentar yang cantik dan mengena.
“lebih teliti dari sekedar apa yang nampak oleh kita sehari-hari”
Terimakasih…. juga kesudian untuk memberikan catatan.
Jawaban yang nggak standar… itu belum sy pahami.
sebenarnya saya yang mustinya terima kasih (meski nggak harus selalu terucapkan), karena ada pertanyaan tersebut … mau nggak mau jadi mikir
tentang yang nggak standar itu, ahh … sebenarnya itu hanya kritikan untuk masing-masing kita mas … seringkali kita menganggap ibadah-ibadah kita adalah suatu bentuk “pengorbanan” untuk Tuhan atau dalam kata lain “Tuhan membutuhkan ibadah kita, yaa … sebagai imbalan dari Tuhan … bisa berupa surga atau apalah”. Padahal “ibadah” (bukan berkonotasi ritual) adalah kebutuhan kita.
Kita tentu pernah dengar juga kalimat ini “siapa yang bertujuan dunia, akan dapat dunia saja … siapa yang bertujuan akhirat, akan mendapat kedua-duanya” (kira-kira seperti itu, agak lupa)
lha kalau di simpulkan secara asal-asalan kan berarti “yang ndak sukses di dunia ini ya sangat patut pula diragukan akhiratnya”
@
Yoi… memang begitu ya Mas… kita sering menjadi merasa terlalu sholeh, terlalu baik, padahal justru kita sedang lalai oleh kebanggan semu. Lupa bahwa sewajarnya selalu sadar dan mengembalikan segalanya pada pemilik yang sesungguhnya….
Balas
16.
Guh berkata
Agustus 4, 2007 pada 12:30 pm
Tentang QS 14, memang yang dimaksud dengan kafir kepada Tuhannya itu apa?
Berbuat baik itu perintah tuhan, dia berbuat baik, menyayangi sesama perintah tuhan juga, dia melakukannya, apakah seseorang menjadi kafir hanya karena memilih tidak berlabel agama?
Sebenernya yang dimaksud kafir pada tuhannya itu gimana ya pak? Melawan semua perintahnya, menolak mengakui eksistensinya, tidak ikut pada agama yang mengklaim asli darinya, atau gimana pak?
Request… mohon dibahas tuntas tentang apa itu kafir menurut Tuhan, listnya kalau perlu atau udah ada?
@

Kalau seorang kafir (berasal dari kata kufur), ingkar pada perintah Allah, menolak ayatNya, juga menolak pada kebenaran. Tentunya di sini kebenaran yang disampaikan Allah melalui segala kalimatNya. Jadi, istilah kafir itu, merujuk pada perintah Allah melalui (antara lain) melalui agama yang dibawa oleh Al Qur’an (dalam konteks ini).
Jadi, singkatnya orang-orang beragama, berdasarkan petunjuk yang diimani datang dari Allah – penciptanya — menggolongkan kafir terhadap yang menolak kebenaran yang datang dari agama (dalam konteks ini agama Islam). Sama saja dengan orang-orang kafir itu menganggap orang-orang beriman itu sebagai orang bodoh, tidak mengerti ilmu pengetahuan, fanatisme, dan berbagai olok-olokan lain. Orang beragama (Islam) menggolongkan mereka itu sebagai kafir.
Tapi mereka kan mereka berbuat baik, melaksanakan SEBAGIAN PERINTAH Tuhan tapi tidak berlabel agama. Lalu disebut kafir…–>
Aneh juga pertanyaan ini (buat agor sih), lalu kalau yang meyakini menyebutnya dirinya kafir memang kenapa?. Seperti orang menyebutnya dengan bangga : “Saya seorang ateis !”. Lalu, bisa juga dengan bangga seseorang berkata :”Lihatlah, saya seorang kafir dan saya bangga dengan kekafiran saya !”. Namun, tidak sedikit pula yang merasa telah menyembah tuhan, tapi juga tergolong kafir. Mengapa orang kafir juga bisa menyembah tuhan kok… kenapa tidak!. Hanya tuhan yang disembah, berbeda dengan Tuhan yang diakui oleh orang yang beragama Islam (pada zaman ini).
Untuk list pengertian Kafir menurut Allah, tentu saja terekam dengan jelas dalam ayat-ayat Al Qur’an : (terj. Depag)
QS 109. Al Kaafiruun 5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
dan ini pemahaman yang menerima sebagian dan menolak sebagian yang lain :
QS 4. An Nisaa’ 150. Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),
dan resikoNya (bagi yang mempercayai) :
151. merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.
Kalau tidak mempercayai… dijelaskan juga tentu sama tidak akan percaya. Akhirat (kalau juga percaya) yang akan membuktikan.
Wallahu’alam….
Balas
17.
watonist berkata
Agustus 5, 2007 pada 6:40 am
@atasku
mungkin tulisan mas Herry ini cukup bisa membantu :makna-kafir-dan-syuhada-kafir-bukanlah-berarti-orang-yang-tidak-beragama-islam

sedikit banyak begitu pulalah pemahaman saya saat ini, secara umum “kafir” adalah orang yang “menutup” diri dari kebenaran
@

Yap, betul Mas… pandangan ini saya pernah ambil juga dalam postingan yang lalu, mengenai pemaknaan ini. Hanya Mas Herry membahas dengan penekanan pada kafir bukan karena perbedaan agama (dalam titik pandang persoalan pada tema). Sedang saya tidak punya pandangan demikian. Saya lebih memfokuskan pada pernyataan dua hal : 1). Karena seperti yang Mas sampaikan juga tertutup/menutup diri/mengingkari pada kebenaran yang disampaikan Allah melalui agama. — tentu yang dibawa oleh utusanNya 2) Menyembah yang bukan Allah (seperti yang disebutkan dalam surat Al Kaafiruun itu.
Balas
18.
Guh berkata
Agustus 6, 2007 pada 12:17 am
Terimakasih penjelasannya, Pak. Sekarang jadi lebih jelas, jadi kalau seseorang tidak menyembah Tuhan yang kita sembah, maka dia kafir. Mohon koreksi kalau kesimpulan saya salah.
Lalu tanya lagi tentang An Nisaa 150, apakah yang dimaksud dengan “beriman kepada sebahagian”? Saya nangkepnya seperti ini, kalau beriman pada Allah saja tapi tidak beriman pada rasul-rasulnya, atau sebaliknya, hanya beriman pada rasul-rasul tanpa beriman pada Allah, maka seseorang termasuk kafir yang sebenar-benarnya dan akan disediakan siksaan yang menghinakan. Bener seperti itu tidak Pak?
@
Mas Guh… sepertinya saya juga memahami An Nissa 150-151 memang begitu. Beriman jangan setengah-setengah. Beriman kepada Allah dan rasul-rasulNya, nggak sebagian diimani sebagian lain nggak. Totalitas gitu, atau kata oran pinter kaffah katanya.
Kalau dalam pemahaman saya, memang mereka tidak menyembah Tuhan yang kita sembah, seperti kata surat Al Kaafiruun itu atau setidaknya dalam variasinya (menyembah Allah bersamaan dengan menyembah lainnya juga – menyekutukan – juga dijelaskan dalam banyak ayat juga hadis termasuk tafsir dan sejarah tentang Abu Jahal dan lain-lain.).
Sebuah posisi dinyatakan QS 34. Saba’ terj. depag)
41. Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu.”
42. Maka pada hari ini sebahagian kamu tidak berkuasa (untuk memberikan) kemanfaatan dan tidak pula kemudharatan kepada sebahagian yang lain. Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim: “Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu.”
Jadi kebanyakan mereka menyembah jin dan ….yang dahulunya kamu dustakan itu…
Apa makan dusta..ya berbohong, menyampaikan yang bukan kebenaran dan tahu bahwa itu sebenarnya tidak datang dari Allah.
Berdusta atas nama Allah atau mengganti sesembahan dalam pengertian yang sekarang saya pahami, termasuk kafir. Apakah ada yang beragama Islam, berKTP Islam, … namun sesungguhnya kafir?. Atau pertanyaan diganti, apakah ada mereka yang tidak beragama Islam, namun sesungguhnya beriman dan tidak kafir?. Ah… sy enggan membahas lanjut, kita tidak tahu siapa di antara mereka yang sesungguhnya beriman. Itu betul-betul hubungan vertikal.
Balas
19.
watonist berkata
Agustus 6, 2007 pada 8:05 am
@mas Guh
maaf sebelumnya, gimana kalau pertanyaannya saya tambahin … bagian yang ini :
Terimakasih penjelasannya, Pak. Sekarang jadi lebih jelas, jadi kalau seseorang tidak menyembah Tuhan yang kita sembah, maka dia kafir.
ditambahin, “bagaimana kalau ternyata kita yang kafir ?? karena tidak menyembah Tuhan yang dia sembah … ”
mohon maaf juga pada mas agor, gara-gara komentar saya … diskusi di blog sampeyan jadi muter-muter ndak karuan
@
Baru saja saya buka blog dan memberikan komentar yang kurang lebih sama dengan yang dipikirkan Mas Watonist, lalu sy tuliskan untuk komen Mas Guh. Hik… taunya, pikiran sama deh.
Apakah kita menyembah (taat) pada perintahNya. Sy juga malu Mas. Malau pada diri sendiri. Namun, bagaimanapun… saya meyakini hubungan vertikal dan berusaha terus untuk berjuang hadir dengan hanya mengesakan Allah. Karena saya tidak mau kafir dalam keberagamaan saya. Saya ingin “sekedar” menyampaikan.
QS 3. Ali ‘Imran20. Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: “Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.” Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: “Apakah kamu (mau) masuk Islam.” Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
Balas
20.
sikabayan berkata
Agustus 7, 2007 pada 1:31 am
euh.. yah begitulah mungkin bunyinyah ayat2 dari Al Kafirun teh… karena diyakini dan terbukti akan kebenarannyah yang datang dari Allah tempat bersandar dan bergantung… walaupun harus dikafirkan oleh ayat2 dari kitab lainnyah…
kabayan andai2kan teh… yah yang berbuat baik kepada sesama yang setidaknya berdasar kepada ayat2 Allah.. tentunya Pemilik ayat tersebutlah yang akan menjamin tempatnyah nanti sebagai bayaran dari kepeduliannya…
diluar dari berdasar kepada ayat2 Allah.. yah tentunya pemiliknyah lah yang akan menjaminnyah nanti…
@
Yoi..
Balas
21.
Cahaya Islam berkata
Agustus 7, 2007 pada 5:13 pm
Dalam katagori mereka yang berbuat kebajikan dan tidak sampai kepada mereka keterangan Islam yang benar atau terhalang bagi mereka untuk mendapatkan pengetahuan Islam, hal ini bergantung pada usahanya. Seperti halnya pengikut Al-Masih yang hanya mengetahui pengajaran Isa Al-Masih dan dengan pengetahuannya ia beramal, sementara ia ketahui dari muslim adalah mereka yang tidak beramal.
Dalam katagori, penyampaian hujjah Islam telah sempurna, tidak ada jalan keselamatan bagi mereka kecuali menerima Islam.
@
Allah mengilhamkan jalan kebaikan dan ketakwaan pada setiap jiwa (QS 91. Asy Syams 8). Tak akan ada yang luput.
Dalam katagori yang disebut terakhir… dalam pemahaman saya juga begitu.
Balas
22.
Dono berkata
Agustus 17, 2007 pada 12:33 am
ASS,Wr.wb, pak Agor,
Yang paling berat adalah mereka yg diberikan kitab murni dan suci ini (alqura’n) tetapi tidak diamalkan.Kita tidak bisa melunasi nikmat2 Allah S.W.T walaupun kita hidup sampai akhir zaman.Balaslah kenikmatan ini semua dengan bersyukur kepadaNya dengan hati yg ikhlas dengan mendekatkan diri kepadaNya.Allah S.W.T tidak pernah minta apa2 dari kita hanya belas kasih dan sayang dari seorang hamba yg soleh.
Amin.
Wassalam,Dono.
@
Wass. Mas Dono… berat… lebih berat lagi jika kita berpikir dapat melunasi nikmat-nikmat seperti yang Mas Dono bilang. Menjadi ikhlas juga adalah perjuangan tanpa henti…
Balas
23.
nunu' berkata
Agustus 22, 2007 pada 4:56 pm
g usah masuk surgalah, soalnya disurga banyak setannya, buktinya adam digodain disurga
@
hmmm…. tapi kan setannya udah disuruh turun juga ke bumi?, terus godain kite-kite di fananya dunia juga. Tidak ada info mereka itu tetap di surga.
Jadi … kalau ingin masuk surga lagi…. piye toh…
Balas
24.
aricloud berkata
Agustus 23, 2007 pada 11:35 pm
Hmm…menurut saya, pada dasarnya, perbuatan baik itu bersifat relatif dan memiliki ragam motif.
Motif terbaik yang mendasari orang berbuat baik adalah motif untuk mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan-nya. Inilah motif tertingi dalam berbuat baik. Karena pada dasarnya Allah SWT menciptakan manusia bukan untuk berbuat baik. Tapi untuk menghamba kepada-Nya. Adapun bahwa perbuatan baik itu adalah sebagai bagian dari menghamba kepada Allah, itu merupakan konsekuensi dari beragama dan bertuhankan Allah SWT.
Sehingga orang yang berbuat baik dengan motif ini memiliki ketulusan yang luar biasa, karena ia berbuat baik bukan atas dasar manusia tetapi atas dasar Tuhan-nya. sehingga tidak bermanfaat baginya sanjungan, cemoohan, hinaan, pujian, balasan dan lain-lainnya dari manusia.
Berbeda dengan orang Kafir. Mereka berbuat baik bukan karena Allah. namun diakibatkan motif2 berikut :
1. karena Rasa kasihan dan atau prihatin
2. Karena rasa malu
3. Karena ikut-ikutan
4. Karena ingin disanjung
5. Karena ingin sukses
6. Karena rasa cinta
Misalnya, bunda Theresa, tidak pernah mengatakan bahwa ia berbuat baik untuk Allah SWT. Tapi ia berbuat baik karena kasihan terhadap sesama manusia dan prihatin karena banyak manusia yang menderita karena sakit dan miskin. Sehingga lebih didasari pada peri kemanusiaan.
Sedangkan bagi Allah swt tidak masalah apakah kita mau berperikemanusiaan atau tidak yang penting manusia diharuskan menghamba kepada-Allah, TITIK !. Bahwa konsekuensi dari menghamba pada Allah itu adalah juga harus berperikemanusiaan, memiliki rasa malu, memiliki belas kasih, dll, itu adalah bagian dari proses menghamba itu sendiri.
Sehingga Menghamba kepada Allah SWT menjadi “Entry Point” atau pintu pembuka dari poin-poin pahala yang dijanjikan Allah SWT. Dan suatu saat nanti poin-poin tersebut akan dapat ditukarkan dengan Syurga Allah. Karena manusia sebenarnya sedang melakukan “Jual-Beli” dengan Allah SWT (Aduh..saya lupa ayat Al Qurannya tentang ini, ada yang bisa membantu mengingat?)
Contoh Kalau kita mau dapat poin belanja dari Bank Niaga, misalnya, maka kita harus pake Kartu Niaga untuk belanja, kalau pake kartu yang lain mana mungkin dapat poin belanja dari Bank Niaga walaupun sudah belanja habis-habisan (nyambung gak ya..?)
Wallahu’alam
Semoga bermanfaat
Wassalam
@
Motif tertinggi dari perbuatan baik : “untuk mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan-nya”
Semoga demikian ya Mas Ari. Betapa tidak mudahnya menjadi baik dari sebuah contoh yang kita tidak bisa melihat langsung, namun nuansa keniscayaan rasa, sepertinya bergetar dalam kalbu….
Balas
25.
Raja Ahmad Ismail berkata
Agustus 24, 2007 pada 10:50 am
Assalamu’alaikum,
“Selalu berbuat baik kepada sesama” : Apakah masuk sorga?.
Pertanyaan yang sering dan selalu ditanyakan oleh Muslim maupun non-Muslim.
Hal ini berhubungan dengan tempat kembali kita, nanti setelah terjadi penghancuran dan penciptaan kembali jagat raya alias “Kiamat besar”.
Sorga dan Neraka adalah suatu “reward”, atau ‘hadiah” atau ‘balasan” atau whateverlah, sesuai dengan definisi bahasa masing-masing.
Yang jelas, bagi orang beriman, siapapun dia pasti akan percaya dengan hal satu ini. Ke Sorga atau ke Neraka.
Balik kepada pertanyaan diatas. mari kita fahami bahwa
Agama yang diredhai Allah dari dulu, sejak Adam sampai Muhammad adalah Islam.
Tidak ada yang namanya Yahudi, Kristen, Hindu, Zoroaster, Budha, dan lain sebagainya. Hanya Islam. Nuh dan Ibrahim bukan Yahudi atau Nasrani atau lainnya.
Seiring perjalanan waktu, sejak Adam sampai terutusnya Muhammad, oleh berbagai faktor, terjadi distorsi terhadap Islam, sehingga terjadilah bentuk dan macam-macam agama seperti Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha dan sebagainya, termasuk kepercayaan pagan dan sikap atheisme. Maka sesuai Alquran diturunkanlah ribuan utusan Allah berupa nabi dan rasul sampai terakhir Nabiyullah Muhammad. Namun distorsi agama Islam tetap bertahan dan masih terjadi sampai detik ini. Karena Nabi atau rasul tidak lagi diturunkan oleh Allah, maka tugas pelurusan Islam dan pengembalian Islam kepada ajarannya sesuai dengan syariat terakhir yang diturunkan kepada Muhammad SAW ( ingat, Muhammad bukan pendiri Islam, bukan pencipta agama islam, tetapi adalah utusan terakhir untuk mengembalikan Islam kepada fitrah asalnya dan melengkapi dan mengganti syariat yang lama denan syariat yang baru yang lebih cocok untuk seluruh manusia).
Jadi untuk mendapatkan “sorga sebagai imbalan” seperti yang dijanjikan Allah, wajib kita menjadi “karyawan” didalam sebuah “perusahaan” yang namanya Islam, serta mematuhi semua peraturan yang ditetapkan olehnya, sesuai dengan petunjuk dalam “kesepakatan kerja dan peraturan perusahaan” yaitu “Alquran dan Sunnah Rasul”. Kalau melanggar, kena sanksi, kalau mematuhi, semua hak akan dibayarkan dan ditambah bonus.
Mari kita analogikan didalam perusahaan, seorang yang menjadi karyawan akan mendapat gaji dan bonus kalau mematuhi semua kesepakatan kerja dan peraturan perusahaan, sebaliknya akan mendapat sanksi kalau melanggar dan menyalahi peraturan. Adilkan?.
Kalau seorang tidak terdapat sebagai karyawan, bagaimanapun dia bekerja keras, tidak akan dibayar gaji apalagi mendapat bonus. Apapun perbuatan baik yang dia lakukan untuk perusahaan, tetap saja tidak akan dibayar, karena dia tidak terdaftar sebagai karyawan perusahaan. Kalau berbuat jahat pada perusahaan, maka dia akan berurusan dengan huku, karena dianggap penceroboh dan perusak, bukan karena melanggar peraturan atau kesepakatan kerja dengan perusahaan, karena dia tidak terikat dengan peraturan dan kebijaksanaan perusahaan.
Jadi kalau mau “sorga” masuk dulu sebagai karyawan “Perusahaan Islam” dengan konsekwensi harus tunduk dan patuh kepada semua kesepakatan dan peraturan “perusahaan”. Kalau tidak, bisa dapat sanksi atau malah dipecat sebagai “karyawan” Islam. Dihukum di neraka sesuai kesalahan dan dihadiahi sorga setelahnya, atau dibenamkan ke neraka selamanya alias “dipecat” dari Islam.
Begitulah kira-kira pendapat saya.
Wallahua’lam.
Wassalam,
@
Wass…
Uraian yang menggelitik, seperti menggenapkan postingan ini…. saya ingin sampai pensiun di dunia tidak dipecat dari perusahaan ini…
Balas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar